Anda
pasti terkaget-kaget ketika membaca judul warta ini. Sama seperti
terkejutnya saya ketika pertama kali membaca dari sumbernya. [1] Saya
sadar informasi negatif tentang rokok dan kebiasaan merokok dijejalkan
kepada kita sudah sejak lama. Sebagian besar menghubung-hubungkan dampak
buruk asap rokok dan zat-zat yang terkandung di dalamnya terhadap
kesehatan tubuh manusia. Informasi tersebut diterima oleh masyarakat
luas yang awam mengenai riset dan penelitian sebagai kebenaran mutlak
yang tidak perlu diperdebatkan.
Namun tidak demikian dengan para
ilmuwan. Sesuai dengan bidang ilmunya mereka mengadakan penelitian
seputar dampak rokok dan merokok bagi kesehatan dengan berangkat dari
dasar pemikiran yang netral. Mereka mencoba menggali adakah manfaat
zat-zat yang terdapat di dalam sebatang rokok untuk kesehatan manusia,
yang selama ini sudah diberi stigma negatif secara luas.
Warta
ini tentu tidak bermaksud mengajak anda untuk mulai merokok atau
meneruskan kebiasaan anda mengisap asap tembakau. Tetapi adalah hak anda
untuk percaya atau tidak bahwa nikotin dan zat-zat lain yang juga
berasal dari alam dan berada di dalam rokok juga mempunyai kegunaan.
Berikut
beberapa riset yang menguak manfaat rokok bagi kesehatan manusia. Saya
bukan seorang dokter atau peneliti bidang kesehatan, jadi pembahasan
ilmiah tentang isi warta ini bisa diperdebatkan oleh para pakar sendiri.
1. Merokok Mengurangi Resiko Parkinson
Banyak
bukti yang menunjukkan bahwa merokok melawan penyakit Parkinson. Sebuah
penelitian terbaru menambah kuat bukti sebelumnya yang melaporkan bahwa
merokok dapat melindungi manusia dari penyakit Parkinson. Secara
khusus, penelitian baru tersebut menunjukkan hubungan temporal antara
kebiasaan merokok dan berkurangnya risiko penyakit Parkinson. Artinya,
efek perlindungan terhadap Parkinson berkurang setelah perokok
menghentikan kebiasaan merokoknya. [2]
Studi lain mengenai
pengaruh positif merokok terhadap Parkinson Desease (PD) adalah sebuah
penelitian terhadap 113 pasangan kembar laki-laki. Tim peneliti yang
dipimpin oleh Dr Tanner terus melihat perbedaan yang signifikan ketika
dosis dihitung sampai 10 atau 20 tahun sebelum diagnosis. Mereka
menyimpulkan bahwa temuan ini menyangkal pernyataan bahwa orang yang
merokok cenderung memiliki PD. [3] Masih banyak penelitian yang lainnya
mengenai kebiasaan merokok yang berguna melawan Parkinson. [4]
2. Perokok lebih kuat dan cepat sembuh dari serangan jantung dan stroke
Penelitian
besar menunjukkan manfaat lain merokok, yakni manfaat terhadap
restenosis atau penyempitan pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah
menjadi terbatas, seperti pembuluh darah ke jantung (cardiovaskular
disease) atau ke otak (stroke) Perokok memiliki kesempatan yang lebih
baik untuk bertahan hidup dan penyembuhan yang lebih cepat. [5]
Penelitian
lain menyebutkan krbon mnoksida dapat mengurangi serangan jantung dan
stroke. Karbon monoksida merupakan produk sampingan dari asap tembakau.
Sebuah laporan menunjukkan tingkat sangat rendah dari karbon monoksida
dapat membantu para korban serangan jantung dan stroke. Karbon monoksida
menghambat pembekuan darah, sehingga melarutkan gumpalan berbahaya di
pembuluh arteri. Para peneliti memfokuskan pada kemiripan yang dekat
antara karbon monoksida dengan oksida nitrat yang menjaga pembuluh darah
tetap melebar dan mencegah penumpukan sel darah putih. Baru-baru ini
oksida nitrat telah ditingkatkan statusnya dari polutan udara biasa
menjadi penghubung fisiologis terpenting kedua secara internal. Oleh
karena itu tidak akan mengherankan kalau karbon monoksida secara
paradoks dapat menyelamatkan paru-paru dari cedera akibat penyumbatan
pembuluh darah ke jantung (cardiovascular blockage).[6]
3. Merokok mengurangi resiko penyakit susut gusi yang parah
Dulu
disebutkan bahwa tembakau adalah akar semua permasalahan penyakit gigi
dan mulut. Padahal sebuah studi menunjukkan bahwa sebenarnya perokok
berisiko lebih rendah terhadap penyakit gusi. [7]
4. Merokok mencegah asma dan penyakit karena alergi lainnya
Sebuah
studi dari dua generasi penduduk Swedia menunjukkan dalam analisis
multi variasi, beberapa anak dari para ibu yang merokok sedikitnya 15
batang sehari cenderung memiliki peluang yang lebih rendah untuk
menderita alergi rhino-conjunctivitis, asma alergi, eksim atopik dan
alergi makanan, dibandingkan dengan anak-anak dari para ibu yang tidak
pernah merokok. Anak-anak dari ayah yang merokok sedikitnya 15 batang
rokok sehari memiliki kecenderungan yang sama. [8]
5. Nikotin membunuh kuman penyebab tuberculosis (TBC)
Suatu
hari Nikotin mungkin menjadi alternatif yang mengejutkan sebagai obat
TBC yang susah diobati, kata seorang peneliti dari University of Central
Florida (UCF). Senyawa ini menghentikan pertumbuhan kuman TBC dalam
sebuah tes laboratorium, bahkan bila digunakan dalam jumlah kecil saja,
kata Saleh Naser, seorang profesor mikrobiologi dan biologi molekuler di
UCF. Kebanyakan ilmuwan setuju bahwa nikotin adalah zat yang
menyebabkan orang menjadi kecanduan rokok. [9]
6. Merokok mencegah kanker kulit yang langka
Seorang
peneliti pada National Cancer Institute berpendapat bahwa merokok dapat
mencegah pengembangan kanker kulit yang menimpa terutama orang tua di
Mediterania wilayah Italia Selatan, Yunani dan Israel. Bukan berarti
merokok disarankan untuk populasi itu, kata Dr James Goedert, namun yang
penting adalah merokok tembakau dapat membantu untuk mencegah kanker
yang langka bentuk. Dan ini adalah sebuah pengakuan dari peneliti di
National Cancer Institute bahwa ada manfaat dari rokok. [10]
7. Merokok mengurangi resiko terkena kanker payudara
Sebuah
penelitian baru dalam jurnal dari National Cancer Institute (20 Mei
1998) melaporkan bahwa pembawa mutasi gen tertentu (yang cenderung
sebagai pembawa kanker payudara), yang merokok selama lebih dari 4 pak
tahun (yaitu, jumlah pak per hari dikalikan dengan jumlah lamanya tahun
merokok) menurut statistik ternyata mengalami penurunan signifikan
sebesar 54 persen dalam insiden kanker payudara bila dibandingkan dengan
pembawa yang tidak pernah merokok. Salah satu kekuatan dari penelitian
ini adalah bahwa penurunan insiden melebihi ambang 50 persen. [11]
8. Nitrat Oksida dalam nikotin mengurangi radang usus besar
Nikotin
mengurangi aktivitas otot melingkar, terutama melalui pelepasan nitrat
oksida, dalam kasus ulcerative colitis (UC) atau radang usus. Temuan ini
dapat menjelaskan beberapa terapi manfaat dari nikotin (dan merokok)
terhadap UC dan dapat menjelaskan mengenai disfungsi penggerak kolon
pada penyakit aktif. [12]
9. Efek transdermal nikotin pada kinerja kognitif (berpikir) penderita Down Syndrome
Sebuah
penelitian mengenai pengaruh rangsangan nikotin-agonis dengan 5 mg
jaringan kulit implan, dibandingkan dengan plasebo (obat kontrol), pada
kinerja kognitif pada lima orang dewasa dengan gangguan. Perbaikan
kemungkinan berhubungan dengan perhatian dan pengolahan informasi yang
terlihat pada pasien Down Syndrom dibandingkan dengan kontrol
kesehatannya. [13]
Down syndrome adalah penyakit yang disebabkan
adanya kelainan pada kromosom 21 pada pita q22 gen SLC5A3, yang dapat
dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas. Kelainan yang
berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini
pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. [14]
10. Merokok baik bagi ibu hamil untuk mencegah hipertensi di masa kehamilan dan penularan ibu-anak infeksi Helicobacter pylori
Konsentrasi
urin cotinine (tembakau yang bermetabolis di dalam tubuh)
mengkonfirmasi berkurangnya risiko Preeklamsia dengan paparan tembakau
Eksposur. Preeklamsia adalah kondisi medis di mana hipertensi muncul
dalam kehamilan (kehamilan dengan hipertensi) yang bekerjasama dengan
sejumlah besar protein dalam urin. Studi ini, meskipun kecil,
menunjukkan salah satu manfaat dari merokok selama kehamilan. "Temuan
ini, diperoleh dengan menggunakan uji laboratorium, mengkonfirmasi
penurunan risiko preeklamsia berkembang dengan paparan tembakau (Am J
Obstet Gynecol 1999;. 181:1192-6.) [15]
Sebuah penelitian lain
menemukan hubungan terbalik yang kuat antara ibu yang merokok ibu dan
infeksi Helicobacter pylori di antara anak-anak prasekolah, di mana
ditunjukkan kemungkinan bahwa penularan ibu-anak berupa infeksi mungkin
kurang efisien jika ibu merokok. Untuk mengevaluasi hipotesis ini lebih
lanjut, dilakukan studi berbasis populasi di mana infeksi H. pylori
diukur dengan 13C-urea breath test (tes kandungan urea pada nafas) dalam
947 anak-anak prasekolah dan ibu-ibu mereka. Kami memperoleh informasi
rinci tentang faktor-faktor risiko potensial untuk infeksi, termasuk ibu
merokok, dengan menggunakan kuesioner standar. Secara keseluruhan, 9,8%
(93 dari 947) dari anak-anak dan 34,7% (329 dari 947) dari ibu-ibu
telah terinfeksi. Prevalensi (rasio jumlah kejadian penyakit dengan unit
pada populasi beresiko) infeksi jauh lebih rendah di antara anak-anak
dari ibu yang tidak terinfeksi (1,9%) dibandingkan pada anak-anak dari
ibu yang terinfeksi (24,7%). Ada hubungan terbalik yang kuat infeksi
anak-anak dengan ibu yang merokok (odds rasio atau penyimpangan
disesuaikan = 0,24; interval kepercayaan 95% = 0,12-0,49) di antara
anak-anak dari ibu yang terinfeksi, tetapi tidak di antara anak-anak
dari ibu yang terinfeksi. Hasil ini mendukung hipotesis dari peran utama
untuk penularan ibu-anak berupa infeksi H. pylori, yang mungkin menjadi
kurang efisien jika si ibu merokok.